RINGKASAN SEJARAH PERADABAN ISLAM
PERIODE ROSULULLAH SAMPAI SEKARANG
I.
PERIODE ROSULULLAH SAW (610-632 M)
A.
Masa Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad
dilahirkan pada hari senin tanggal 12 Rabiul awal, tahun gajah, kira-kira 571
masehi. Dinamakan tahun Gajah karena pada waktu kelahiran beliau, ada seorang
gubernur dari keraan Nasrani Abisinia yang memerintah di Yaman bermaksud
menghancurkan Ka’bah dengan bala tentaranya yang mengendarai Gajah. Belum
tercapai tujuannya tentara tersebut, Allah telah menghancurkan mereka dengan
mengirimkan burung Ababil. Karena pasukan itu menggunakan Gajah, maka tahun
tersebut dinamakan tahun Gajah.[1]
Disamping tidak
pernah berbuat dosa (ma’shum), nabi Muhammad SAW juga selalu beribadah
dan berkhalwat di gua Hira. Sehingga pada tanggal 17 Ramadhan, beliau menerima
wahyu pertama kali yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5. Pada saat itu pula Nabi
dinobatkan sebagai Rasulullah atau utusan Allah SWT kepada seluruh umat manusia
untuk menyampaikan risalah-Nya. Ini terjadi menjelang usia Rasulullah yang ke
40 tahun. Setelah sekian lama wahyu kedua tidak muncul, timbul rasa rindu dalam
dada Rasulullah SAW. Akan tetapi tak lama kemudian turunlah wahyu yang kedua
yaitu surat al-Mudatsir ayat 1-7. Dengan turunnya surat tersebut mulailah
Rasulullah berdakwah.
Dakwah pertama beliau adalah pada keluarga dan teman-temannya. Dengan turunnya wahyu ini, maka jelaslah apa yang harus Rasulullah kerjakan dalam menyampaikan risalah-Nya yaitu mengajak umat manusia menyembah Allah SWT yang maha Esa, yang tiada beranak dan tidak pula diberanakkan serta tiada sekutu bagi – Nya.
Dakwah pertama beliau adalah pada keluarga dan teman-temannya. Dengan turunnya wahyu ini, maka jelaslah apa yang harus Rasulullah kerjakan dalam menyampaikan risalah-Nya yaitu mengajak umat manusia menyembah Allah SWT yang maha Esa, yang tiada beranak dan tidak pula diberanakkan serta tiada sekutu bagi – Nya.
1)
Penyiaran
islam secara sembunyi-sembunyi
Ketika wahyu pertama turun, Nabi
belum diperintah untuk menyeru umat manusia menyembah dan mengesakan Allah SWT.
Jibril tidak lagi datang untuk beberapa waktu lamanya. Pada saat sedang
menunggu itulah kemudian turun wahyu yang kedua (Qs. Al-Mudatstsir:1-7) yang
menjelaskan akan tugas Rasulullah SAW yaitu menyeru ummat manusia untuk
menyembah dan mengesakan Allah SWT. Dengan perintah tersebut Rasulullah SAW
mulai berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Dakwah pertama beliau adalah pada
keluarga dan sahabat-sahabatnya. Orang pertama yang beriman kepada-Nya ialah
Siti Khodijah (isteri Nabi), disusul Ali bin Abi Thalib (putra paman Nabi) dan
Zaid bin Haritsah (budak Nabi yang dijadikan anak angkat). Setelah itu beliau
menyeru Abu Bakar (sahabat karib Nabi). Kemudian dengan perantaraan Abu Bakar
banyak orang-orang yang masuk islam.
2)
Penyiarkan
islam secara terang-terangan.[2]
Penyiaran secara sembunyi-sembunyi
berlangsung selama 3 tahun, sampai kurun waktu berikutnya yang memerintahkan
dakwah secara terbuka dan terang-terangan. Ketika wahyu tersebut beliau
mengundang keluarga dekatnya untuk berkumpul dibukit Safa, menyerukan agar
berhati-hati terhadap azap yang keras di kemudian hari (Hari Kiamat) bagi
orang-orang yang tidak mengakui Allah sebagai tuhan Yang Maha Esa dan Muhammad
sebagai utusannya. Tiga tahun lamanya Rasulullah SAW melakukan dakwah secara
rahasia. Kemudian turunlah firman Allah SWT, surat Al-Hijr: 94 yang
memerintahkan agar Rasulullah berdakwa secara terang terangan. Pertama kali
seruan yang bersifat umum ini beliau tujukan pada kerabatnya, kemudian penduduk
Makkah baik golongan bangsawan, hartawan maupun hamba sahaya.
B. Pemerintahan Nabi SAW
Pemerintahan yang dibentuk nabi Muhammad, terdapat bebrapa hal yang
prinsipel dan pokok seperti termuat dalam Piagam Madinah yang terdiri dari 47
pasal. Negara dan pemerintahan Madinah
adalah bercorak teokrasi yang dikepalai oleh seorang rasul yakni Muhammad dan
ia adalah pemimpin agama. Muhammad SAW sebagai pelaksana, namun ia tidak dapat
mengabaikan kedaulatan rakyat. Seperti pada waktu keadaan darurat ia menerima
putusan Majelis Syura dan pemerintahan ini juga tidak bercorak monarki
tapi republic. Negara islam yang dikepalai Muhammad memberi kemerdekaan
individu, kebebasan beragama, hak sebagai warga social dan negara, juga
kedaulatan ditangan Allah dan diakui Nabi berkuasa penuh sebagai kepala negara.
Dengan demikian jelas bahwa pemerintahan yang didirikan oleh Nabi
Muhammad SAW di Madinah memiliki ciri khas tersendiri dan sebagai sebuah
institusi pemerintahan yang berdaulat. Muhammad SAW adalah kepala negara,
sekaligus kepala angkatan bersenjata, ketua pengadilan dan tanggung jawab atas
departemen-departemen yang dibentuknya. Dalam proses penyebarannya, islam pada
massa Nabi, mengakomodir setiap budaya local yang dinilai bermanfaat bagi
kelangsungan pemerinyahan islam. Namun, lebih jauh mengenai pertukaran budaya
dan pemikiran antara islam dan peradaban di luar islam terjadi pada massa
kekhalifahan Umayah dan mencapai puncak keemasannya semasa Abbasiah.
II.
PERIODE AL-KHULAFA AL-RASYIDUN (632-661 M)
A.
Abu Bakar Shiddiq (632-661 M)
Periode Abu
Bakar 632-634 M, sangat singkat hanya 2 tahun lebih, ia mampu mengamankan
negara, baru islam dari perpecahan dan kehancuran, baik dikalangan sahabat
mengenai persolan pengganti nabi maupun tekanan-tekanan dari luar dan dalam.
Seperti ekspedisi keluar negeri (kirim kembali Usamah ibn Zaid ke Syam),
menghadapi para pembangkang terhadap negara dengan tidak mau membayar pajak
(zakat), dan penumpasan nabi-nabi palsu. Abu bakar menghadapi mereka dengan dengan
tegas dan lugas, hanya memberikan 2 alternatif kepada mereka, yaitu tunduk
tanpa syarat atau diperangi dengan mengirim tentara. Akhirnya pasukan islam
menang atas musuh-musuh islam yang keluar dari barisan islam yang dikenal
dengan perang riddah. Khalifah membagi negerinya dengan 12 wilayah
(termasuk usamah ditugaskan ke Syam) dengan 12 Batalion juga yang masing-masing
dikepalai seorang jendral. Pengiriman tentara secara serentak untuk menghadapi para
pembangkang didaerah-daerah Jazirah Arab guna memanfaatkan sumberdaya manusia
yang besar dan menganggur. Ali ditugasi
untuk mengamankan kota Madinah yang keamanannya sangat parah. Ia menunaikan
tugasnya dengan baik dan hal ini adalah jawaban, bahwa meskipun ia terlambat
membai’at hamper “enam” bulan setelah wafatnya nabi karena menghormayi
perasaan/ jiwa istrinya, Fatimah binti Muhammad, namun ia tetap mendukung
kebijaksanaan pemerintahan Abu Bakar sebagai khalifah yang syah.[3]
B.
Umar bin Khattab (634-644 M)
Setelah abu
Bakar menunjuk penggantinya yaitu Umar Bin Khattab, yang tujuannya adalah untuk
mencegah supaya tidak terjadi perselisihan dan perpecahan dikalangan umat
islam. Pada masa umar bin Khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha
perluasan wilayah islam pemperoleh hasil yang gemilang. Wilayah islam pada masa
umar bin Khattab meliputi Semenanjung Arabiah, Palestina, Siria, Irak, Persia
dan Mesir. Dengan meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kehidupan
dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia yang
memiliki keterampilan dan keahlian, sehingga dalam hal ini diperlukan
pendidikan. Pada masa Kholifah Umar Bin Khattab, sahabat-sahabat yang sangat
berpengaruh tidak diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari
Kholifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi, kalau ada diantara umat Islam
yang ingin belajar hadis harus pergi ke madinah, ini berarti bahwa penyebaran
ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan adalah berpusat di
Madinah.[4]
1)
Pemerintah
saidina Umar
Semasa pemerintah Saidina Umar, Empayar Islam berkembang dengan pesat;
menawan Mesopotamia dan sebagian kawasan Parsi dari pada Empayar Parsi (system menamatkan
Empayar Parsi), dan menawan Mesir, Palestin, Syria, Afrika Utara, dan Armenia
daripada Byzantine (Rom Timur). Ada diantara pertempuran ini menunjukkan
ketangkasan tentera Islam seperti Perang Yarmuk yang menyaksikan tentera Islam
yang berjumlah 40,000 orang menumpaskan
tentera Byzantine yang berjumlah 120,000 orang. Hal ini mengakhiri pemerintahan
Byzantine di selatan Asia Kecil.
Pada tahun 637, selepas pengepungan Baitulmuqaddis yang agak lama, tentera Islam menakluk kota tersebut. Paderi besar Baitulmuqaddis yaitu Sophronius menyerahkan kunci kota itu kepada Saidina Umar. Beliau kemudiannya mengajak Saidina Umar supaya bersembahyang di dalam gereja besar Kristian yaitu gereja Church of the Holy Sepulchre. Saidina Umar menolak dan sebaliknya menunaikan solat tidak beberapa jauh daripada gereja tersebut kerana tidak ingin mencemarkan status gereja tersebut sebagai pusat keagamaan Kristian. 50 tahun kemudian, sebuah masjid yang digelar Masjid Umar dibina di tempat Saidina Umar menunaikan solat. Saidina Umar banyak melakukan reformasi terhadap sistem pemerintahan Islam seperti menubuhkan pentadbiran baru di kawasan yang baru ditakluk dan melantik panglima-panglima perang yang berkebolehan. Semasa pemerintahannya juga kota Basra dan Kufah dibina. Saidina Umar juga amat dikenali kerana kehidupannya yang sederhana.
Pada tahun 637, selepas pengepungan Baitulmuqaddis yang agak lama, tentera Islam menakluk kota tersebut. Paderi besar Baitulmuqaddis yaitu Sophronius menyerahkan kunci kota itu kepada Saidina Umar. Beliau kemudiannya mengajak Saidina Umar supaya bersembahyang di dalam gereja besar Kristian yaitu gereja Church of the Holy Sepulchre. Saidina Umar menolak dan sebaliknya menunaikan solat tidak beberapa jauh daripada gereja tersebut kerana tidak ingin mencemarkan status gereja tersebut sebagai pusat keagamaan Kristian. 50 tahun kemudian, sebuah masjid yang digelar Masjid Umar dibina di tempat Saidina Umar menunaikan solat. Saidina Umar banyak melakukan reformasi terhadap sistem pemerintahan Islam seperti menubuhkan pentadbiran baru di kawasan yang baru ditakluk dan melantik panglima-panglima perang yang berkebolehan. Semasa pemerintahannya juga kota Basra dan Kufah dibina. Saidina Umar juga amat dikenali kerana kehidupannya yang sederhana.
2)
Wafatnya
Saidina Umar
Saidina Umar
wafat pada tahun 644 selepas dibunuh oleh seorang hamba Parsi yang bernama Abu
Lu’lu’ah. Abu Lu’lu’ah menikam Saidina Umar kerana menyimpan dendam terhadap
Saidina Umar. Dia menikam Saidina Umar sebanyak enam kali sewaktu Saidina Umar
menjadi imam di Masjid al-Nabawi, Madinah.
Saidina Umar meninggal dunia dua hari kemudian dan dikebumikan di sebelah makam Nabi Muhammad SAW dan makam Saidina Abu Bakar. Selepas kematiannya lalu Saidina Usman bin Affan dilantik menjadi khalifah.
Saidina Umar meninggal dunia dua hari kemudian dan dikebumikan di sebelah makam Nabi Muhammad SAW dan makam Saidina Abu Bakar. Selepas kematiannya lalu Saidina Usman bin Affan dilantik menjadi khalifah.
C.
Usman bin Affan (644-656 M)
Usman Bin Affan
adalah termasuk saudagar besar dan kaya dan sangat pemurah menafkahkan
kekayaannya untuk kepentingan umat islam. Usman dianggap menjadi Kholifah hasil
dari pemilihan panitia enam yang ditunjuk oleh Kholifah Umar bin khattab
menjelang beliau akan meninggal. Pada masa Kholifah Usman bin Affan,
pelaksanaan pendidikan islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya.
Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya
sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan islam. Para sahabat yang
berpengaruh dan dekat dengan Rasullullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan
madinah dimasa Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di
daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi
pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah. Proses pelaksanaan pola pendidikan
pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah di jangkau oleh peserta didik
yang ingin menuntut dan belajar islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih
banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat mereka inginkan
untuk memberikan pendidikan pada masyarakat. Kholifah Usman sudah merasa cukup
dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun begitu ada satu usaha yang
cemerlang yang telah terjadi di masa ini yang berpengaruh luar biasa bagi
pendidikan islam, yaitu untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat Al-Qur’an.
Berdasarkan hal-hal ini, Kholifah Usman memerintahkan kepada tim untuk menyalin
tersebut, ada pun tim tersebut adalah : Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair,
Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harist. Saidina Usman menjadi khalifah
selepas Saidina Umar bin Khatab dibunuh pada tahun 644. Beliau memerintah selama
dua belas tahun iaitu dari tahun 644 sehingga tahun 656. Antara pembaharuan
yang dibuat ialah menubuhkan Angkatan Tentera Laut yang diketuai oleh Muawiyah
dan membuat dasar terbuka dalam hubungan politik dan urusan dagangan Semasa
pemerintahannya, keseluruhan Iran, sebahagian daripada Afrika Utara, dan Cyprus
menjadi sebahagian daripada empayar Islam. Saidina Uthman wafat pada tahun 656
akibat dibunuh oleh pemberontak yang tidak puas hati dengan pemerintahannya.[5]
D.
Ali bin Abi Thalib (656-661 M)
Pada tahun 656 masihi, khalifah Ali bin Abi
Thalib, Islam yaitu Saidina Uthman bin Affan wafat kerana dibunuh di dalam
rumahnya sendiri. Segelintir masyarakat kemudiannya mencadangkan Saidina Ali
supaya menjadi khalifah tetapi Saidina Ali menolak. Selepas didesak oleh
pengikutnya, beliau akhirnya menerima untuk menjadi khalifah.
Ali adalah Kholifah yang keempat setelah Usman bin Affan. Pada pemerintahannya sudah diguncang peperangan dengan Aisyah beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahpahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap usman, peperangan di antara mereka disebut perang Jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan Kholifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian. 15
Muawiah sebagai gubernur Damaskus memberontak untuk menggulingkan kekuasaannya. Perang ini disebut dengan perang Siffin, karena terjadi di Siffin. Ketika tentara muawiyah terdesak oleh pasukan Ali, maka Muawiyah segera mengambil siasat untuk menyatakan tahkim (penyelesaian dengan adil dan damai). Semula Ali menolak, tetapi karena desakan sebagian tentara akhirnya Ali menerimanya, namun Tahkim malah menimbulkan kekacauan, sebab muawiyah bersifat curang, sebab dengan Tahtim Muawiyah berhasil mengalahkan Ali dan mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus. Sementara itu, sebagian tentara yang menentang keputusan Ali dengan cara Tahkim, meninggalkan Ali dan membuat kelompok tersendiri yaitu Khawarij.[6]
Ali adalah Kholifah yang keempat setelah Usman bin Affan. Pada pemerintahannya sudah diguncang peperangan dengan Aisyah beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahpahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap usman, peperangan di antara mereka disebut perang Jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan Kholifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian. 15
Muawiah sebagai gubernur Damaskus memberontak untuk menggulingkan kekuasaannya. Perang ini disebut dengan perang Siffin, karena terjadi di Siffin. Ketika tentara muawiyah terdesak oleh pasukan Ali, maka Muawiyah segera mengambil siasat untuk menyatakan tahkim (penyelesaian dengan adil dan damai). Semula Ali menolak, tetapi karena desakan sebagian tentara akhirnya Ali menerimanya, namun Tahkim malah menimbulkan kekacauan, sebab muawiyah bersifat curang, sebab dengan Tahtim Muawiyah berhasil mengalahkan Ali dan mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus. Sementara itu, sebagian tentara yang menentang keputusan Ali dengan cara Tahkim, meninggalkan Ali dan membuat kelompok tersendiri yaitu Khawarij.[6]
III.
DINASTI UMAYAH (661-750 M)
Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan
bin Harb bin Umayyah. Muawiyah dapat menduduki kursi kekuasaan dengan berbagai
cara, siasat, dan tipu muslihat yang licik, bukan atas dasar demokrasi yang
berdasarkan atas hasil pilihan umat Islam. Dengan demikian, berdirinya dinasti
ini bukan berdasarkan musyawarah.
Masa dinasti Umayyah merupakan tonggak penting dunia islam.
Hal ini dikarenakan Muawiyah telah melakukan suatu kebijaksanaan yang
mengejutkan semua pihak, dimana ia telah berani menunjuk putranya yazid sebagai
putra mahkota. Peristiwa ini tentu saja sangat bertolak belakang pada kondisi
yang ada sebelumnya baik pada masa rosulullah maupun khulafaur rosyidin. Dinasti
Umayyah berkuasa ystem 1 abad, selama 90
tahun mempunyai 14 khilafah yaitu :[7]
1. Muawiyah bin abi sufyan
2. Yazid bin muawiyah
3. Muawiyah II bin yazid
4. Marwan bin al-hakam
5. Abdul malik bin ystem
6. Walid bin abdul malik
7. Sulaiman bin abdul malik
8. Umar bin abdul aziz
9. Yazid II bin abdul malik
10. Hisyam
bin abdul malik
11. Walid
II bin yazid
12. Yazid
III bin walid
13. Ibrahim
bin walid
14. Marwan
II al-ja’diy
Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang
terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan
kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur,
dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke
Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke
ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian
terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul
Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil
menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya
bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai
ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman
Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman,
kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa
pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu
ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa,
yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin
Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang
memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di
suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq).
Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran
ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat
dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan
Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba.
Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari
rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Prancis
melalui pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah
al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba
menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours,
al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping
daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania)
juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di
timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul
sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria,
Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah
yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia
Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak
berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan
mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang
lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan
angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus
seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi
adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang
Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk
itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan
tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan
pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan ini
dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan
pembangunan, diantaranya membangun panti-panti untuk orang cacat, dan
pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta membangun jalan-jalan raya
yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik,
gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun tidak
berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Pada masa Muawiyah
bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis
(kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, dimana ketika dia
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu
Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh system monarki
yang ada di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap digunakan, namun
Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata
tersebut dimana khalifah Allah dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh
Allah.[8]
IV. KEKHALIFAHAN
ABBASIAH (750-1258 M)
Dinasti Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari
pemerintahan daulah Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Dinamakan Abbasiyah
karena para pendiri dan penguasa dinasti ini merupakan keturunan Abbas, paman
Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah di samping bercorak Arab murni, juga
terpengaruh dengan corak pemikiran dan peradaban.[9]
Kemajuan-Kemajuan
dan Perkembangan yang Dicapai.
Kemajuan Ilmu-Ilmu Agama
Kemajuan
ilmu dan peradaban Era Abbasiyah juga ditandai dengan berkembangnya ilmu-ilmu
keislaman, ilmu sosial dan sains. Di bidang ilmu-ilmu agama, Era Abbasiyah
mencatat dimulainya sistematisasi beberapa cabang keilmuan seperti Tafsir,
Hadits dan Fiqih. Khususnya sejak tahun 143 H, para ulama mulai menyusun buku
dalam bentuknya yang sisitematis baik di bidang ilmu Tafsir, Hadits maupun
Fiqh.
Diantara
ulama tersebut yang terkenal adalah adalah Ibn Jurayj yang menulis kumpulan
haditsnya di Mekah, Malik ibn Anas yang menulis Al-Muwatta nya di Madinah,
Al-Awzai di wilayah Syam, Ibn Abi Urubah dan Hammad ibn Salamah di Basrah,
Ma’mar di Yaman, Sufyan al-Tsauri di Kufah, Muhamad Ibn Ishaq yang
menulis buku sejarah (Al-Maghazi), Al-Layts ibn Sa’ad serta Abū Hanīfah.
Pada masa
ini ilmu Tafsir menjadi ilmu mandiri yang terpisah dari ilmu Hadits. Buku
tafsir lengkap dari al-Fatihah sampai al-Nas juga mulai disusun. Menurut
catatan Ibn al-Nadim yang pertama kali melakukan penyusunan tafsir lengkap
tersebut adalah Yahya bin Ziyad al-Daylamy atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Al-Farra. Tapi luput dari catatan Ibn al-Nadim bahwa Abd al-Razzaq ibn
Hammam al-Sanani yang hidup sezaman dengan Al-Fara juga telah menyusun sebuah
kitab tafsir lengkap yang serupa.
Ilmu Fiqh
pada zaman ini juga mencatat sejarah penting, dimana para tokoh yang disebut
sebagai empat imam mazdhab fiqh hidup pada era tersebut, yaitu Abu Hanifah,
Malik ibn Anas, Al-Shafii dan Ahmad ibn Hanbal.
Tidak jauh
berbeda dengan perkembangan yang dialami oleh ilmu Tafsir dan ilmu Fiqh,
ilmu Hadits juga mengalami masa penting khususnya terkait dengan sejarah
penulisan hadits-hadits Nabi yang memunculkan tokoh-tokoh yang telah disebutkan
diatas seperti Ibn Jurayj, Malik ibn Anas, juga al-Rabi ibn Sabih dan Ibn
Al-Mubarak.
Selanjutnya
pada awal-awal abad ketiga, muncul kecenderungan baru penulisan hadits Nabi
dalam bentuk musnad. Diantara tokoh yang menulis musnad antara lain Ahmad ibn
Hanbal, Ubaydullah ibn Musa al-Absy al-Kufi, Musaddad ibn Musarhad al-Basri,
Asad ibn Musa al-Amawi dan Nuaym ibn Hammad al-Khuzai.
Kemajuan Sains dan Teknologi
Kemajuan
yang dicapai oleh umat Islam di Era Abbasiyah tidak hanya terbatas pada
ilmu-ilmu agama atau yang biasa diistilahkan dengan ulum naqliyah saja,
melainkan juga disertai dengan kemajuan ilmu-ilmu sains dan teknologi (ulum
aqliyah). Kemajuan yang dicapai pada era ini telah banyak memberikan sumbangan
besar kepada peradaban manusia modern dan sejarah ilmu pengetahun masa
kini. Dalam bidang matematika misalnya, ada Muhamad ibn Mūsa al-Khawarizmi sang
pencetus ilmu algebra. Algoritma, salah satu cabang matematika bahkan juga
diambil dari namanya.
Astronomi
juga merupakan ilmu yang mendapat perhatian besar dari kaum muslim era
Abbasiyah dan didukung langsung oleh Khalifah Al-Mansur yang juga sering
disebut sebagai seorang astronom. Penelitian di bidang astronomi oleh kaum
muslimin dimulai pada era Al-Mansur ketika Muhamad ibn Ibrahim al-Fazari
menerjemahkan buku "Siddhanta" (yang berarti Pengetahuan melalui
Matahari) dari bahasa Sanskerta ke bahasa Arab.
Pada era
Harun al-Rashid dan Al-Mamun sejumlah teori-teori astronomi kuno dari Yunani
direvisi dan dikembangkan lebih lanjut. Tokoh astronom muslim yang terkenal
pada era Abbasiyah antara lain Al-Khawarizmi, Ibn Jabir Al-Battani, Abu Rayhan
al-Biruni serta Nasir al-Din al-Tusi.
Sedangkan
Ilmu fisika telah dikembangkan oleh Ibn Al-Haytsam atau yang dikenal di Barat
dengan sebutan Alhazen. Beliau pula yang memegembangkan teori-teori awal
metodologi sains ilmiyah melalui eksperimen (ujicoba). Untuk itu beliau diberi
gelar sebagai the real founder of physics. Ibn al-Haytsam juga dikenal sebagai
bapak ilmu optic, serta penemu teori tentang fenomena pelangi dan gerhana.
Di bidang
ilmu kimia era Abbasiyah mengenal nama-nama semisal Jabir ibn Hayyan (atau
Geber di Barat) yang menjadi pioner ilmu kimia modern. Selain itu ada Abu Bakr
Zakariya al-Razi yang pertama kali mampu menjelaskan pembuatan asam garam
(sulphuric acid) dan alkohol. Dari para pakar kimia muslim inilah sejumlah
ilmuwan Barat seperti Roger Bacon yang memperkenalkan metode empiris ke Eropa
dan Isaac Newton banyak belajar.
Dalam
bidang kedokteran muncul tokoh-tokoh seperti al-Kindi yang pertama kali
mendemonstrasikan penggunaan ilmu hitung dan matematika dalam dunia medis dan
farmakologi. Atau juga Al-Razi yang menemukan penyakit cacar (smallpox),
Al-Khawarizmi, Ibn Sina dan lain-lain. Disebutkan pula, sebagai bukti lain yang
menggambarkan kemajuan ilmu kedokteran era Abbasiyah, bahwa pada zaman Khalifah
Al-Muqtadir Billah terdapat sekitar 860 orang yang berprofesi debagai dokter.
V. DINASTI
TURKI USMANI
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa
Turki dari kabilah ughuz yang mendiami daerah mongol dan daerah utara negeri
cina pada pertengahan abad ke-13 mereka melarikan diri karena serangan serangan
bangsa mongol, dan mereka mengungsi di tengah orang-orang turki Seljuk di
dataran tinggi asia kecil. Pada periode
ini terlihat terbentuknya pemerintahan formal Usmaniyah, yang bentuk
institusi tersebut tidak berubah selama empat abad. Pemerintahan Usmaniyah
mengembangkan suatu system yang dikenal dengan nama Millet (berasal dari
Bahasa Arab millah), yang nama kelompok agama dan suku minoritas dapat mengurus
masalah mereka sendiri tanpa intervensi dan control yang banyak dari pemerintah
pusat.
Akibat kegigihan dan ketangguhan
yang dimiliki oleh para pemimpin dalam mempertahankan turki Usmanyi memberi
dampak yang baik sehingga kemajuan dalam perkembangan wilayah turki usmani
dapat diraihnya dengan cepat. Dengan cara atau taktik yang dimainkan oleh
beberapa penguasa Turki seperti Sultan Muhammad yang mengadakan
perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negrinya yang
kemudian diteruskan Murad II (1421-1451 M). Sehingga Turki Usmani mencapai
puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451-1484 M). Kemajuan dan perkembangan
wilayah kerajaan usmani yang luas berlangsung dengan cepat dan diikuti oleh
kemuajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain yang penting, diantaranya
:
·
Bidang kemiliteran dan Pemerintahan
·
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
·
Bidang Keagamaan
VI. KERAJAAN MUGHAL DI INDIA
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan
safawi. Jadi, diantara tiga kerajaan besar tersebut, kerajaan inilah yang
termuda.[10]
India menjadi wilayah islam pada massa Umayyah, yakni pada masa Khalifah
al-Walid. Penaklukan wilayah ini dilakukan oleh pasukan Umayyah yang dipimpin oleh
panglima Muhammad ibnu Qasim. Kemudian pasukan Ghaznawiyah dibawah pimpinan
sultan Mahmud mengembangkan kedudukan islam diwilayah ini dengan berhasil
menakhlukan seluruh kekuasaan Hindu dan mengadakan pengislaman sebagian
masyarakat india pada tahun 1020 M. Setelah Ghaznawiyah hancur, muncullah
beberapa dinasti kecil yang menguasai negeri india, seperti dinasti Khalji
(1296-1316 M), dinasti Tuglag (1320-1412 M), dinasti Syyid (1414-1451 M),
dinasti Lodi (1451-1526).[11]
Setelah kerajaan Mughal berdiri, Raja-raja hindu diseluruh dunia
menyusun angkatan perang yang besar untuk menyerang Babur. Namun, pasukan hindu
ini dapat dikalahkan Babur. Sementara itu, di Afganistan masih ada golongan
yang setia kepada keluarga Lodi. Mereka mengangkat adik kandung Ibrahim Lodi,
yaitu Mahmud untuk menjadi sultan. Tetapi sultan Mahmud Lodi dengan mudah
dikalahkan Babur dalam pertempuran dekat Gogra tahun 1529 M. Pada tahun 1530 M
Babur meninggal dunia dalam usia 48 tahun setelah memerintah selama 30 tahun,
dengan meninggalkan kejayaan-kejayaan yang cemerlang. Pemerintahan selanjutnya
dipegang oleh anaknya Humayun.
Kemajuan yang dicapai kerajaan Mughal.
Stabilitas politik yang berhasil diciptakan oleh Akbar mendukung
pencapaian kemajuan dibidang perekonomian, ilmu pengetahuan dan peradaban. Kemajuan
bidang ekomoni ditandai dengan kemajuan sektor pertanian dan perindustrian. Bersamaan
dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan budaya juga berkembang. Karya
seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang
berbahasa Persia maupun bahasa India. Ilmu pengetahuan tidak banyak mengalami
kemajuan dibandingkan dengan kemajuannya dimassa sebelumnya. Yang lebih
menonjol adalah kemajuan dalam bidang seni syair dan seni arsitektur. Karya
seni yang masih dapat dinikmati sekarang merupakan karya seni terbesar yang
dicapai kerajaan Mughal adalah karya arsitektur yang indah yang mengagumkan,
seperti istana Fatpur Sikri di Sikri, villa, mesjid-mesjid yang indah (pada
masa Akhbar) dan Pada masa Syah Jehan dibangun masjid berlapis mutiara dan Taj
Mahal di Arga, Mesjid Raya Delhi dan Istana indah di Lahore.[12]
VII. PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
A.
Awal Masuknya Islam di Indonesia
Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan
seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa
Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan Kutai di
Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan Sriwijaya di
Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat
diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip
perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan
perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah
hanya dengan membaca dua kalimat syahadat dan tidak ada paksaan. Tentang kapan
Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar “ masuknya Islam di
Indonesia” pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia
pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain
menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa
Khulafaur Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab,
Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.
B.
Cara Masuknya Islam Di Indonesia
Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan
peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia
justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena
memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 :
Artinya : Tidak ada paksaan dalam agama (QS. Al-Baqarah ayat 256)
Adapun cara
masuknya islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain:
1 .
Perdagangan
Jalur ini
dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan
orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam
Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan
pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan
duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam.
Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama islam.
2 .
Kultural
Artinya
penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan,
sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan
Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit,
mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan
pengembangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemari
masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai sekarang. Sedang Sunan Giri
menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti jalungan, jamuran,
ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.
3 .
Pendidikan
Pesantren
merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam
pengembangan Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam
diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang
yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran
pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti
Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai
sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali
penyebaran islam di seluruh Indonesia.
4 .
Kekuasaan
Politik
Artinya
penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para
Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan
menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh
Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama
sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh
Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam
melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya
negara nasional Indonesia dimasa mendatang.
VI VIII.
CORAK ISLAM DI INDONESIA SEBELUM ABAD KE 20
Menurut
Prof. H. Ismail jakub, SH, MA,. Bahwa dari daerah-daerah jawa terdapat wali
Sembilan yang bijaksana dan menjalin hubungan baik dengan masyarakat, sehingga
raja-raja hindu saat itu tidak dapat melihat adanya ancaman bagi daerah
kerajaannya atas penyiaran agama baru itu. Hal ini menunjukkan bahwa
kebijaksanaan dan kebijakan para penyiar islam itu dapat sesuai dengan adat,
aturan atau cara hidup golongan masyarakat pada waktu itu sehingga islam
diterima dengan tangan terbuka.
Terdapat
juga akulturasi budaya di Indonesia. Sebagai buktinya banyak bangunan-bangunan
masjid yang disesuaikan dengan rumah-rumah peribadatan Hindu, misalnya masjid
dan menara Kudus. Unsur-unsur sejarah dan syari’ah islam bahkan akidahnya
dimasukkan dalam pewayangan, sehingga masyarakat dan penguasa hindu saat itu
bisa menerimanya. Karena itu, pengaruh walisongo itu hidup dihati rakyat hingga
sekarang.
Pada abad ke 19, pemikiran Tasawuf
mulai bergeser ke pmikiran fiqih, seperti tergambar dalam karya-karya ulama’
pada massa itu. Diantaranya ulama’-ulama’ yang produktif menulis adalah Syekh
Muhammad Arsyad al-Banjari.[13]
Oleh karena itu
perbedaan latar belakang budaya, arsitektur bangunan-bangunan islam di
Indonesia berbeda dengan yang terdapat di dunia islam lainnya. Hasil-hasil seni
bangunan pada zaman pertumbuhandan perkembangan islam di Indonesia antara lain masjid-masjid
kuno Demak, Sendang Duwur, Agung Kasepuhan di Ceribon, Masjid Agung Banten dan
lain-lain. Masjid-masjid itu menunjukkan keistimewaan dalam denahnya yang
berbentuk persegi empat/bujur sangkar dengan bagian kaki yang tinggi serta
pejal, atapnya bertumpang dua, tiga, lima/lebih. Dikelilingi parit atau kolam
air di bagian depan/sampingnya yang berserambi. Bagian-bagian lain seperti
mihrab dengan lengkung pola kalamakara, mimbar yang mengingatkan akan
ukiran-ukiran pola teratai, mastaka atau memulo, menunjukkan seni-seni bangunan
tradisional yang telah terkenal di Indonesia sebelum kedatangan islam.
IX.
CORAK ISLAM PADA ABAD KE 20
Perkembangan Islam pada abad 20 ditandai
dengan pembaharuan pemikiran dan pendidikan islam di Minangkabau, yang disusul
oleh pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat arab di Indonesia.
Kebangkitan Islam semakin berkembang dengan dibentuk nya organisasi-organisasi
Islam, seperti Serikat Dagang Islam (SDI) di Bogor dan di solo, Perserikatan
Ulama di Majalengka di Jawa Barat, Muhammadiyah di Jogjakarta, Persatuan Islam
di Bandung, Nahdlatul ulama di surabaya, Persatuan Tarbiyah Islam di Bandung
bukit tinggi, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Sementara itu, hampir pada waktu yang bersamaan
pemerintahan penjajah menjalankan politik etis, politik balas budi. Belanda
mendirikan sekolah-sekolah formal bagi bumi putra. Terutama dari kalangan
priyayi dan kaum bangsawan. Pendidikan tersebut akhirnya membuka mata para
pelajar tentang keadaan yang dialami oleh bangsa nya. Pengetahuan mereka
tentang kemiskinan, kebodohan, dan ketertindasan masyarakat Indonesia mendorong
mereka mendirikan organisasi-organisasi sosial, seperti : Budi Utomo, Taman
Siswa, Jong Java, Jong Ambon, dan lain sebagainya.[14]
Sebagaimana yang telah dijelaskan di
atas salah satu organisasi islam yang ada adalah Persyarikatan Ulama.
Organisasi ini merupakan sebuah inisiatif dari haji Abdul Halim yang lahir di
Cibelerang, Minangkabau 1887. Sepulangnya beliau belajar di Makkah selama enam
bulan, beliau lantas mendirikan sebuah organisasi islam yang diberi nama
Hayatul Qulub yang bergerak dalam bidang ekonomi maupun pendidikan. Organisasi
hayatul qulub tidaklah berlangsung lama, karena adanya persaingan dengan para
pedagang cina yang biasanya menyebabkan perkelahian. Yang mana hal ini dianggap
pemerintah sebagai hal yang meresahkan. Sehingga organisasi tersebut
diberhentikan.
Pada awal 20 juga ditandai dengan adanya
gerakan reformism dalam agama yang memperlihatkan suatu gambaran yang
berbeda dari kehidupan kebudayaan, sosial dan politik. Tetapi timbul dan
berdiri atas kekuatan tenaga Indonesia sendiri. Akan tetapi pada hakikatnya ada
dua perbedaan yang terjadi pada saat reformism, yakni : kebangkitan
intelek yang baru berkembangan dari atas ke bawah, sedangkan kebangkitan
keagamaan berkembang dari bawah ke atas, pemimpin-pemimpin keagamaan berasal
dari golongan menengah, akan tetapi juga dari orang-orang Arab dan India.
Perbedaan yang kedua adalah gerakan kebudayaan, sosial, dan politik biasanya
dapat hidup berdampingan dengan damai. Tetapi dalam keagamaan malah timbul
pertentangan-pertentangan, kadang-kadang sangat meruncing, sehingga dapat
membagi orang muslim menjadi beberapa bagian.[15]
X.
PERKEMBANGAN
ISLAM SETELAH KEMERDEKAAN
A.
Perkembangan
Islam pada masa kemerdekaan sampai orde baru.
Pada
masa kemerdekaan, tepatnya pada 3 januari 1946 didirikannya depertemen Agama
yang mengurusi keperluan ummat Islam. Meskipun pada dasarnya depertemen Agama
ini mengurusi keperluan ummat beragama yang ada di Indonesia, namun melihat
latar belakang pendiriannya jelas untuk mengakomodasi kepentingan dan aspirasi
ummta Islam sebagai mayoritas penduduk negeri ini.
Usaha
partai-parti Islam untuk menegakkan Islam sebagai Idiologi negara dalam
konstituante mengalami jalan buntu. Partai-partai Islam itu melakukan
penyesuaian terhadap kebijakan Soekarno, tetapi secara keseluruhan
peranan-peranan partai-partai Islam mengalami kemerosotan. Tidak ada jabatan
menteri berposisi penting yang diserahkan kepada Islam sebagaimana yang terjadi
pada masa demokrasi parlementer.Satu-satunya kepentingan Islam yang diluluskan
adalah keputusan MPRS tahun 1960 yang memberlakukan pengajaran agama di
Universitas dan perguruan Tinggi.
B.
Perkembangan
Islam pada masa orde baru.
Meskipun ummat Islam merupakan 87% penduduk
Indonesia dalam kehidupan berbangsa ini, ide negara Islam secara terus-menerus
ditolak. Bahkan partai-partai Islam mulai dari masa penjajahan hingga masa
kemerdekaan selalu mengalami kekalahan, kecuali diawal pergerakan nasional. Bahkan
sekarang dengan pembaharuan politik partai-partai berideologi Islam pun lenyap.
Kegiatan Islam semakin berkembang pada masa orde baru ini, diantaranya:
1.
Bangunan-bangunan baru Islam (Masjid dan
Mushallah)
2.
Pembangunan Madrasah, Pesantren dan juga
Universitas Islam.
3.
Adanya kegiatan bulan Ramadhan (Pesantren
kilat)
4.
Aktivitas Sosial keagamaan.
5.
Puisitasi Islam, drama, dan pegelaran seni
Islam lainnya.
C.
Perkembangan Islam Setelah Reformasi.
Tidak
diketahui secara persis apa yang dimaksud oleh sementara pihak yang melihat
maraknya kehidupan politik Islam dewasa ini sebagai suatu fenomena yang dapat
diberi label repolitisasi islam. Meskipun demikian, kalau menilik indikator
utama yang digunakan sebagai dasar penialian itu adalah munculnya sejumlah
partai politik yang menggunakan simbol dan asas Islam atau yang mempunyai
pendukung utama komunitas Islam, maka tidak terlalu salah untuk mengatakan
bahwa yang dimaksud adalah fenomena munculnya kembali kekuatan politik Islam.
Hal yang demikian itu didalam perjalanannya selalu terbuka kemungkinan untuk
"memolitikkan" bagian-bagian yang menjadi dasar idiologi partai-partai
tersebut.
Sekarang
pada era reformasi, gejala demikian mungkin terulang kembali. Peran kelompok
Islam, baik tokoh Islam maupun mahasiswa Islam dalam mendorong gerakan
reformasi sangat besar. Namun, pada perkembangan selanjutnya, gerakan reformasi
tidak selalu berada dalam pengendalian kelompok Islam.
Berbagai
problem tersebut harus mampu diatasi oleh partai-partai Islam pada era
reformasi dewasa ini. Adanya penggabungan secara menyeluruh mungkin tidak
realistis, kecuali mungkin diantara partai-partai Islam yang berasal dari
rumpun yang sama. Alternative lain yang tersedia adalah koalisi, sehingga hanya
ada beberapa partai Islam saja yang ikut dalam pemilu.[16]
[1] Ahmad Syafii
Maarif, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007) hlm. 62
[4] Drs. Samsul
Munir Amin, MA, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2010) hlm. 98
[5] Ahmad Syafii
Maarif, Op cit, hlm 89
[6]
http://perkembangan_islam
khulafa’rasidun%20Jamil.29/06/12.htm
[9] Badri yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008) hlm 138
[10] Dr. Badri
Yatim. M.A, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindzo
Persada, 2003) hlm.145
[11] Drs. H. Fatah
Syukur NC, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang : PT. Pustaka Rizki
Putra, 2002) hlm. 142
[12] Ibid,
hlm.143
[13] Syed Muhammad
Naquib Al-Attas, Islam dalam sejarah dan kebudayaan Melayu, (Bandung :
Mizan, 1990) hlm 66
[14]Badri yatim, Op
cit, hlm 158
[15] G.F pijper, Beberapa
Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950, (Depok: Universitas
Indonesia press) hlm 106
[16] http;//
SPI/perkembanganislam-di-indonesia-setelah.html sabtu, 30/06/12, 14.37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar