Selasa, 10 Juli 2012

SPI

RINGKASAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

PERIODE ROSULULLAH SAMPAI SEKARANG

I.       PERIODE ROSULULLAH SAW (610-632 M)
           A.    Masa Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad dilahirkan pada hari senin tanggal 12 Rabiul awal, tahun gajah, kira-kira 571 masehi. Dinamakan tahun Gajah karena pada waktu kelahiran beliau, ada seorang gubernur dari keraan Nasrani Abisinia yang memerintah di Yaman bermaksud menghancurkan Ka’bah dengan bala tentaranya yang mengendarai Gajah. Belum tercapai tujuannya tentara tersebut, Allah telah menghancurkan mereka dengan mengirimkan burung Ababil. Karena pasukan itu menggunakan Gajah, maka tahun tersebut dinamakan tahun Gajah.[1]
Disamping tidak pernah berbuat dosa (ma’shum), nabi Muhammad SAW juga selalu beribadah dan berkhalwat di gua Hira. Sehingga pada tanggal 17 Ramadhan, beliau menerima wahyu pertama kali yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5. Pada saat itu pula Nabi dinobatkan sebagai Rasulullah atau utusan Allah SWT kepada seluruh umat manusia untuk menyampaikan risalah-Nya. Ini terjadi menjelang usia Rasulullah yang ke 40 tahun. Setelah sekian lama wahyu kedua tidak muncul, timbul rasa rindu dalam dada Rasulullah SAW. Akan tetapi tak lama kemudian turunlah wahyu yang kedua yaitu surat al-Mudatsir ayat 1-7. Dengan turunnya surat tersebut mulailah Rasulullah berdakwah.
Dakwah pertama beliau adalah pada keluarga dan teman-temannya. Dengan turunnya wahyu ini, maka jelaslah apa yang harus Rasulullah kerjakan dalam menyampaikan risalah-Nya yaitu mengajak umat manusia menyembah Allah SWT yang maha Esa, yang tiada beranak dan tidak pula diberanakkan serta tiada sekutu bagi – Nya.
             1)      Penyiaran islam secara sembunyi-sembunyi
Ketika wahyu pertama turun, Nabi belum diperintah untuk menyeru umat manusia menyembah dan mengesakan Allah SWT. Jibril tidak lagi datang untuk beberapa waktu lamanya. Pada saat sedang menunggu itulah kemudian turun wahyu yang kedua (Qs. Al-Mudatstsir:1-7) yang menjelaskan akan tugas Rasulullah SAW yaitu menyeru ummat manusia untuk menyembah dan mengesakan Allah SWT. Dengan perintah tersebut Rasulullah SAW mulai berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Dakwah pertama beliau adalah pada keluarga dan sahabat-sahabatnya. Orang pertama yang beriman kepada-Nya ialah Siti Khodijah (isteri Nabi), disusul Ali bin Abi Thalib (putra paman Nabi) dan Zaid bin Haritsah (budak Nabi yang dijadikan anak angkat). Setelah itu beliau menyeru Abu Bakar (sahabat karib Nabi). Kemudian dengan perantaraan Abu Bakar banyak orang-orang yang masuk islam.
             2)      Penyiarkan islam secara terang-terangan.[2]
Penyiaran secara sembunyi-sembunyi berlangsung selama 3 tahun, sampai kurun waktu berikutnya yang memerintahkan dakwah secara terbuka dan terang-terangan. Ketika wahyu tersebut beliau mengundang keluarga dekatnya untuk berkumpul dibukit Safa, menyerukan agar berhati-hati terhadap azap yang keras di kemudian hari (Hari Kiamat) bagi orang-orang yang tidak mengakui Allah sebagai tuhan Yang Maha Esa dan Muhammad sebagai utusannya. Tiga tahun lamanya Rasulullah SAW melakukan dakwah secara rahasia. Kemudian turunlah firman Allah SWT, surat Al-Hijr: 94 yang memerintahkan agar Rasulullah berdakwa secara terang terangan. Pertama kali seruan yang bersifat umum ini beliau tujukan pada kerabatnya, kemudian penduduk Makkah baik golongan bangsawan, hartawan maupun hamba sahaya.
           B. Pemerintahan Nabi SAW
Pemerintahan yang dibentuk nabi Muhammad, terdapat bebrapa hal yang prinsipel dan pokok seperti termuat dalam Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal.  Negara dan pemerintahan Madinah adalah bercorak teokrasi yang dikepalai oleh seorang rasul yakni Muhammad dan ia adalah pemimpin agama. Muhammad SAW sebagai pelaksana, namun ia tidak dapat mengabaikan kedaulatan rakyat. Seperti pada waktu keadaan darurat ia menerima putusan Majelis Syura dan pemerintahan ini juga tidak bercorak monarki tapi republic. Negara islam yang dikepalai Muhammad memberi kemerdekaan individu, kebebasan beragama, hak sebagai warga social dan negara, juga kedaulatan ditangan Allah dan diakui Nabi berkuasa penuh sebagai kepala negara.
Dengan demikian jelas bahwa pemerintahan yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah memiliki ciri khas tersendiri dan sebagai sebuah institusi pemerintahan yang berdaulat. Muhammad SAW adalah kepala negara, sekaligus kepala angkatan bersenjata, ketua pengadilan dan tanggung jawab atas departemen-departemen yang dibentuknya. Dalam proses penyebarannya, islam pada massa Nabi, mengakomodir setiap budaya local yang dinilai bermanfaat bagi kelangsungan pemerinyahan islam. Namun, lebih jauh mengenai pertukaran budaya dan pemikiran antara islam dan peradaban di luar islam terjadi pada massa kekhalifahan Umayah dan mencapai puncak keemasannya semasa Abbasiah. 

II.    PERIODE AL-KHULAFA AL-RASYIDUN (632-661 M)
            A.    Abu Bakar Shiddiq (632-661 M)
Periode Abu Bakar 632-634 M, sangat singkat hanya 2 tahun lebih, ia mampu mengamankan negara, baru islam dari perpecahan dan kehancuran, baik dikalangan sahabat mengenai persolan pengganti nabi maupun tekanan-tekanan dari luar dan dalam. Seperti ekspedisi keluar negeri (kirim kembali Usamah ibn Zaid ke Syam), menghadapi para pembangkang terhadap negara dengan tidak mau membayar pajak (zakat), dan penumpasan nabi-nabi palsu. Abu bakar menghadapi mereka dengan dengan tegas dan lugas, hanya memberikan 2 alternatif kepada mereka, yaitu tunduk tanpa syarat atau diperangi dengan mengirim tentara. Akhirnya pasukan islam menang atas musuh-musuh islam yang keluar dari barisan islam yang dikenal dengan perang riddah. Khalifah membagi negerinya dengan 12 wilayah (termasuk usamah ditugaskan ke Syam) dengan 12 Batalion juga yang masing-masing dikepalai seorang jendral. Pengiriman tentara secara serentak untuk menghadapi para pembangkang didaerah-daerah Jazirah Arab guna memanfaatkan sumberdaya manusia yang besar dan menganggur.  Ali ditugasi untuk mengamankan kota Madinah yang keamanannya sangat parah. Ia menunaikan tugasnya dengan baik dan hal ini adalah jawaban, bahwa meskipun ia terlambat membai’at hamper “enam” bulan setelah wafatnya nabi karena menghormayi perasaan/ jiwa istrinya, Fatimah binti Muhammad, namun ia tetap mendukung kebijaksanaan pemerintahan Abu Bakar sebagai khalifah yang syah.[3]
        B.     Umar bin Khattab (634-644 M)
Setelah abu Bakar menunjuk penggantinya yaitu Umar Bin Khattab, yang tujuannya adalah untuk mencegah supaya tidak terjadi perselisihan dan perpecahan dikalangan umat islam. Pada masa umar bin Khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah islam pemperoleh hasil yang gemilang. Wilayah islam pada masa umar bin Khattab meliputi Semenanjung Arabiah, Palestina, Siria, Irak, Persia dan Mesir. Dengan meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia yang memiliki keterampilan dan keahlian, sehingga dalam hal ini diperlukan pendidikan. Pada masa Kholifah Umar Bin Khattab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari Kholifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi, kalau ada diantara umat Islam yang ingin belajar hadis harus pergi ke madinah, ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan adalah berpusat di Madinah.[4]
1)      Pemerintah saidina Umar
    Semasa pemerintah Saidina Umar, Empayar Islam berkembang dengan pesat; menawan Mesopotamia dan sebagian kawasan Parsi dari pada Empayar Parsi (system menamatkan Empayar Parsi), dan menawan Mesir, Palestin, Syria, Afrika Utara, dan Armenia daripada Byzantine (Rom Timur). Ada diantara pertempuran ini menunjukkan ketangkasan tentera Islam seperti Perang Yarmuk yang menyaksikan tentera Islam yang berjumlah  40,000 orang menumpaskan tentera Byzantine yang berjumlah 120,000 orang. Hal ini mengakhiri pemerintahan Byzantine di selatan Asia Kecil.
         Pada tahun 637, selepas pengepungan Baitulmuqaddis yang agak lama, tentera Islam menakluk kota tersebut. Paderi besar Baitulmuqaddis yaitu Sophronius menyerahkan kunci kota itu kepada Saidina Umar. Beliau kemudiannya mengajak Saidina Umar supaya bersembahyang di dalam gereja besar Kristian yaitu gereja Church of the Holy Sepulchre. Saidina Umar menolak dan sebaliknya menunaikan solat tidak beberapa jauh daripada gereja tersebut kerana tidak ingin mencemarkan status gereja tersebut sebagai pusat keagamaan Kristian. 50 tahun kemudian, sebuah masjid yang digelar Masjid Umar dibina di tempat Saidina Umar menunaikan solat. Saidina Umar banyak melakukan reformasi terhadap sistem pemerintahan Islam seperti menubuhkan pentadbiran baru di kawasan yang baru ditakluk dan melantik panglima-panglima perang yang berkebolehan. Semasa pemerintahannya juga kota Basra dan Kufah dibina. Saidina Umar juga amat dikenali kerana kehidupannya yang sederhana.
2)      Wafatnya Saidina Umar
            Saidina Umar wafat pada tahun 644 selepas dibunuh oleh seorang hamba Parsi yang bernama Abu Lu’lu’ah. Abu Lu’lu’ah menikam Saidina Umar kerana menyimpan dendam terhadap Saidina Umar. Dia menikam Saidina Umar sebanyak enam kali sewaktu Saidina Umar menjadi imam di Masjid al-Nabawi, Madinah.
Saidina Umar meninggal dunia dua hari kemudian dan dikebumikan di sebelah makam Nabi Muhammad SAW dan makam Saidina Abu Bakar. Selepas kematiannya lalu Saidina Usman bin Affan dilantik menjadi khalifah.
           C.    Usman bin Affan (644-656 M)
Usman Bin Affan adalah termasuk saudagar besar dan kaya dan sangat pemurah menafkahkan kekayaannya untuk kepentingan umat islam. Usman dianggap menjadi Kholifah hasil dari pemilihan panitia enam yang ditunjuk oleh Kholifah Umar bin khattab menjelang beliau akan meninggal. Pada masa Kholifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasullullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan madinah dimasa Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah. Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah di jangkau oleh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat mereka inginkan untuk memberikan pendidikan pada masyarakat. Kholifah Usman sudah merasa cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun begitu ada satu usaha yang cemerlang yang telah terjadi di masa ini yang berpengaruh luar biasa bagi pendidikan islam, yaitu untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat Al-Qur’an. Berdasarkan hal-hal ini, Kholifah Usman memerintahkan kepada tim untuk menyalin tersebut, ada pun tim tersebut adalah : Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harist. Saidina Usman menjadi khalifah selepas Saidina Umar bin Khatab dibunuh pada tahun 644. Beliau memerintah selama dua belas tahun iaitu dari tahun 644 sehingga tahun 656. Antara pembaharuan yang dibuat ialah menubuhkan Angkatan Tentera Laut yang diketuai oleh Muawiyah dan membuat dasar terbuka dalam hubungan politik dan urusan dagangan Semasa pemerintahannya, keseluruhan Iran, sebahagian daripada Afrika Utara, dan Cyprus menjadi sebahagian daripada empayar Islam. Saidina Uthman wafat pada tahun 656 akibat dibunuh oleh pemberontak yang tidak puas hati dengan pemerintahannya.[5]
      D.    Ali bin Abi Thalib (656-661 M)
    Pada tahun 656 masihi, khalifah Ali bin Abi Thalib, Islam yaitu Saidina Uthman bin Affan wafat kerana dibunuh di dalam rumahnya sendiri. Segelintir masyarakat kemudiannya mencadangkan Saidina Ali supaya menjadi khalifah tetapi Saidina Ali menolak. Selepas didesak oleh pengikutnya, beliau akhirnya menerima untuk menjadi khalifah.
          Ali adalah Kholifah yang keempat setelah Usman bin Affan. Pada pemerintahannya sudah diguncang peperangan dengan Aisyah beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahpahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap usman, peperangan di antara mereka disebut perang Jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan Kholifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian. 15
Muawiah sebagai gubernur Damaskus memberontak untuk menggulingkan kekuasaannya. Perang ini disebut dengan perang Siffin, karena terjadi di Siffin. Ketika tentara muawiyah terdesak oleh pasukan Ali, maka Muawiyah segera mengambil siasat untuk menyatakan tahkim (penyelesaian dengan adil dan damai). Semula Ali menolak, tetapi karena desakan sebagian tentara akhirnya Ali menerimanya, namun Tahkim malah menimbulkan kekacauan, sebab muawiyah bersifat curang, sebab dengan Tahtim Muawiyah berhasil mengalahkan Ali dan mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus. Sementara itu, sebagian tentara yang menentang keputusan Ali dengan cara Tahkim, meninggalkan Ali dan membuat kelompok tersendiri yaitu Khawarij.[6]

III.  DINASTI UMAYAH (661-750 M)
Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah. Muawiyah dapat menduduki kursi kekuasaan dengan berbagai cara, siasat, dan tipu muslihat yang licik, bukan atas dasar demokrasi yang berdasarkan atas hasil pilihan umat Islam. Dengan demikian, berdirinya dinasti ini bukan berdasarkan musyawarah.
Masa dinasti Umayyah merupakan tonggak penting dunia islam. Hal ini dikarenakan Muawiyah telah melakukan suatu kebijaksanaan yang mengejutkan semua pihak, dimana ia telah berani menunjuk putranya yazid sebagai putra mahkota. Peristiwa ini tentu saja sangat bertolak belakang pada kondisi yang ada sebelumnya baik pada masa rosulullah maupun khulafaur rosyidin. Dinasti Umayyah berkuasa ystem 1 abad, selama  90 tahun mempunyai 14 khilafah yaitu :[7]
1.      Muawiyah bin abi sufyan
2.      Yazid bin muawiyah
3.      Muawiyah II bin yazid
4.      Marwan bin al-hakam
5.      Abdul malik bin ystem
6.      Walid bin abdul malik
7.      Sulaiman bin abdul malik
8.      Umar bin abdul aziz
9.      Yazid II bin abdul malik
10.  Hisyam bin abdul malik
11.  Walid II bin yazid
12.  Yazid III bin walid
13.  Ibrahim bin walid
14.  Marwan II al-ja’diy
Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.           
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan, diantaranya membangun panti-panti untuk orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, dimana ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh system monarki yang ada di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap digunakan, namun Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut dimana khalifah Allah dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah.[8]

IV. KEKHALIFAHAN ABBASIAH (750-1258 M)
Dinasti Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan daulah Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Dinamakan Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini merupakan keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah di samping bercorak Arab murni, juga terpengaruh dengan corak pemikiran dan peradaban.[9]
Kemajuan-Kemajuan dan Perkembangan yang Dicapai.
*      Kemajuan Ilmu-Ilmu Agama
Kemajuan ilmu dan peradaban Era Abbasiyah juga ditandai dengan berkembangnya ilmu-ilmu keislaman, ilmu sosial dan sains. Di bidang ilmu-ilmu agama, Era Abbasiyah mencatat dimulainya sistematisasi beberapa cabang keilmuan seperti Tafsir, Hadits dan Fiqih. Khususnya sejak tahun 143 H, para ulama mulai menyusun buku dalam bentuknya yang sisitematis baik di bidang ilmu Tafsir, Hadits maupun Fiqh. 
Diantara ulama tersebut yang terkenal adalah adalah Ibn Jurayj yang menulis kumpulan haditsnya di Mekah, Malik ibn Anas yang menulis Al-Muwatta nya di Madinah, Al-Awzai di wilayah Syam, Ibn Abi Urubah dan Hammad ibn Salamah di Basrah, Ma’mar di Yaman, Sufyan al-Tsauri di Kufah, Muhamad Ibn Ishaq  yang menulis buku sejarah (Al-Maghazi), Al-Layts ibn Sa’ad serta Abū Hanīfah.
Pada masa ini ilmu Tafsir menjadi ilmu mandiri yang terpisah dari ilmu Hadits. Buku tafsir lengkap dari al-Fatihah sampai al-Nas juga mulai disusun. Menurut catatan Ibn al-Nadim yang pertama kali melakukan penyusunan tafsir lengkap tersebut adalah Yahya bin Ziyad al-Daylamy atau yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Farra. Tapi luput dari catatan Ibn al-Nadim bahwa Abd al-Razzaq ibn Hammam al-Sanani yang hidup sezaman dengan Al-Fara juga telah menyusun sebuah kitab tafsir lengkap yang serupa.
Ilmu Fiqh pada zaman ini juga mencatat sejarah penting, dimana para tokoh yang disebut sebagai empat imam mazdhab fiqh hidup pada era tersebut, yaitu Abu Hanifah, Malik ibn Anas, Al-Shafii dan Ahmad ibn Hanbal.
Tidak jauh berbeda dengan perkembangan yang dialami oleh ilmu Tafsir dan ilmu Fiqh,  ilmu Hadits juga mengalami masa penting khususnya terkait dengan sejarah penulisan hadits-hadits Nabi yang memunculkan tokoh-tokoh yang telah disebutkan diatas seperti Ibn Jurayj, Malik ibn Anas, juga al-Rabi ibn Sabih dan Ibn Al-Mubarak.
Selanjutnya pada awal-awal abad ketiga, muncul kecenderungan baru penulisan hadits Nabi dalam bentuk musnad. Diantara tokoh yang menulis musnad antara lain Ahmad ibn Hanbal, Ubaydullah ibn Musa al-Absy al-Kufi, Musaddad ibn Musarhad al-Basri, Asad ibn Musa al-Amawi dan Nuaym ibn Hammad al-Khuzai.
*      Kemajuan Sains dan Teknologi
Kemajuan yang dicapai oleh umat Islam di Era Abbasiyah tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama atau yang biasa diistilahkan dengan ulum naqliyah saja, melainkan juga disertai dengan kemajuan ilmu-ilmu sains dan teknologi (ulum aqliyah). Kemajuan yang dicapai pada era ini telah banyak memberikan sumbangan besar kepada peradaban manusia modern dan  sejarah ilmu pengetahun masa kini. Dalam bidang matematika misalnya, ada Muhamad ibn Mūsa al-Khawarizmi sang pencetus ilmu algebra. Algoritma, salah satu cabang matematika bahkan juga diambil dari namanya.
Astronomi juga merupakan ilmu yang mendapat perhatian besar dari kaum muslim era Abbasiyah dan didukung langsung oleh Khalifah Al-Mansur yang juga sering disebut sebagai seorang astronom. Penelitian di bidang astronomi oleh kaum muslimin dimulai pada era Al-Mansur ketika Muhamad ibn Ibrahim al-Fazari menerjemahkan buku "Siddhanta" (yang berarti Pengetahuan melalui Matahari) dari bahasa Sanskerta ke bahasa Arab.
Pada era Harun al-Rashid dan Al-Mamun sejumlah teori-teori astronomi kuno dari Yunani direvisi dan dikembangkan lebih lanjut. Tokoh astronom muslim yang terkenal pada era Abbasiyah antara lain Al-Khawarizmi, Ibn Jabir Al-Battani, Abu Rayhan al-Biruni serta Nasir al-Din al-Tusi.
Sedangkan Ilmu fisika telah dikembangkan oleh Ibn Al-Haytsam atau yang dikenal di Barat dengan sebutan Alhazen. Beliau pula yang memegembangkan teori-teori awal metodologi sains ilmiyah melalui eksperimen (ujicoba). Untuk itu beliau diberi gelar sebagai the real founder of physics. Ibn al-Haytsam juga dikenal sebagai bapak ilmu optic, serta penemu teori tentang fenomena pelangi dan gerhana.
Di bidang ilmu kimia era Abbasiyah mengenal nama-nama semisal Jabir ibn Hayyan (atau Geber di Barat) yang menjadi pioner ilmu kimia modern. Selain itu ada Abu Bakr Zakariya al-Razi yang pertama kali mampu menjelaskan pembuatan asam garam (sulphuric acid) dan alkohol. Dari para pakar kimia muslim inilah sejumlah ilmuwan Barat seperti Roger Bacon yang memperkenalkan metode empiris ke Eropa dan Isaac Newton banyak belajar.
Dalam bidang kedokteran muncul tokoh-tokoh seperti al-Kindi yang pertama kali mendemonstrasikan penggunaan ilmu hitung dan matematika dalam dunia medis dan farmakologi. Atau juga Al-Razi yang menemukan penyakit cacar (smallpox), Al-Khawarizmi, Ibn Sina dan lain-lain. Disebutkan pula, sebagai bukti lain yang menggambarkan kemajuan ilmu kedokteran era Abbasiyah, bahwa pada zaman Khalifah Al-Muqtadir Billah terdapat sekitar 860 orang yang berprofesi debagai dokter.

V.    DINASTI TURKI USMANI
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah ughuz yang mendiami daerah mongol dan daerah utara negeri cina pada pertengahan abad ke-13 mereka melarikan diri karena serangan serangan bangsa mongol, dan mereka mengungsi di tengah orang-orang turki Seljuk di dataran tinggi asia kecil. Pada periode  ini terlihat terbentuknya pemerintahan formal Usmaniyah, yang bentuk institusi tersebut tidak berubah selama empat abad. Pemerintahan Usmaniyah mengembangkan suatu system yang dikenal dengan nama Millet (berasal dari Bahasa Arab millah), yang nama kelompok agama dan suku minoritas dapat mengurus masalah mereka sendiri tanpa intervensi dan control yang banyak dari pemerintah pusat.
Akibat kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam mempertahankan turki Usmanyi memberi dampak yang baik sehingga kemajuan dalam perkembangan wilayah turki usmani dapat diraihnya dengan cepat. Dengan cara atau taktik yang dimainkan oleh beberapa penguasa Turki seperti Sultan Muhammad yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negrinya yang kemudian diteruskan Murad II (1421-1451 M). Sehingga Turki Usmani mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451-1484 M). Kemajuan dan perkembangan wilayah kerajaan usmani yang luas berlangsung dengan cepat dan diikuti oleh kemuajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain yang penting, diantaranya :
·         Bidang kemiliteran dan Pemerintahan
·         Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
·         Bidang Keagamaan

          VI.  KERAJAAN MUGHAL DI INDIA
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan safawi. Jadi, diantara tiga kerajaan besar tersebut, kerajaan inilah yang termuda.[10] India menjadi wilayah islam pada massa Umayyah, yakni pada masa Khalifah al-Walid. Penaklukan wilayah ini dilakukan oleh pasukan Umayyah yang dipimpin oleh panglima Muhammad ibnu Qasim. Kemudian pasukan Ghaznawiyah dibawah pimpinan sultan Mahmud mengembangkan kedudukan islam diwilayah ini dengan berhasil menakhlukan seluruh kekuasaan Hindu dan mengadakan pengislaman sebagian masyarakat india pada tahun 1020 M. Setelah Ghaznawiyah hancur, muncullah beberapa dinasti kecil yang menguasai negeri india, seperti dinasti Khalji (1296-1316 M), dinasti Tuglag (1320-1412 M), dinasti Syyid (1414-1451 M), dinasti Lodi (1451-1526).[11]
Setelah kerajaan Mughal berdiri, Raja-raja hindu diseluruh dunia menyusun angkatan perang yang besar untuk menyerang Babur. Namun, pasukan hindu ini dapat dikalahkan Babur. Sementara itu, di Afganistan masih ada golongan yang setia kepada keluarga Lodi. Mereka mengangkat adik kandung Ibrahim Lodi, yaitu Mahmud untuk menjadi sultan. Tetapi sultan Mahmud Lodi dengan mudah dikalahkan Babur dalam pertempuran dekat Gogra tahun 1529 M. Pada tahun 1530 M Babur meninggal dunia dalam usia 48 tahun setelah memerintah selama 30 tahun, dengan meninggalkan kejayaan-kejayaan yang cemerlang. Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh anaknya Humayun.
Kemajuan yang dicapai kerajaan Mughal.
Stabilitas politik yang berhasil diciptakan oleh Akbar mendukung pencapaian kemajuan dibidang perekonomian, ilmu pengetahuan dan peradaban. Kemajuan bidang ekomoni ditandai dengan kemajuan sektor pertanian dan perindustrian. Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan budaya juga berkembang. Karya seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun bahasa India. Ilmu pengetahuan tidak banyak mengalami kemajuan dibandingkan dengan kemajuannya dimassa sebelumnya. Yang lebih menonjol adalah kemajuan dalam bidang seni syair dan seni arsitektur. Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang merupakan karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya arsitektur yang indah yang mengagumkan, seperti istana Fatpur Sikri di Sikri, villa, mesjid-mesjid yang indah (pada masa Akhbar) dan Pada masa Syah Jehan dibangun masjid berlapis mutiara dan Taj Mahal di Arga, Mesjid Raya Delhi dan Istana indah di Lahore.[12]

VII.  PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
             A.    Awal Masuknya Islam di Indonesia
Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimat syahadat dan tidak ada paksaan. Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar “ masuknya Islam di Indonesia” pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.

         B.     Cara Masuknya Islam Di Indonesia
      Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 : Artinya : Tidak ada paksaan dalam agama (QS. Al-Baqarah ayat 256)
Adapun cara masuknya islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain:
1          .      Perdagangan
Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama islam.
2           .      Kultural
Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.
3           .      Pendidikan
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran islam di seluruh Indonesia.
4            .      Kekuasaan Politik
Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang.

VI      VIII.       CORAK ISLAM DI INDONESIA SEBELUM ABAD KE 20
                  Menurut Prof. H. Ismail jakub, SH, MA,. Bahwa dari daerah-daerah jawa terdapat wali Sembilan yang bijaksana dan menjalin hubungan baik dengan masyarakat, sehingga raja-raja hindu saat itu tidak dapat melihat adanya ancaman bagi daerah kerajaannya atas penyiaran agama baru itu. Hal ini menunjukkan bahwa kebijaksanaan dan kebijakan para penyiar islam itu dapat sesuai dengan adat, aturan atau cara hidup golongan masyarakat pada waktu itu sehingga islam diterima dengan tangan terbuka.
         Terdapat juga akulturasi budaya di Indonesia. Sebagai buktinya banyak bangunan-bangunan masjid yang disesuaikan dengan rumah-rumah peribadatan Hindu, misalnya masjid dan menara Kudus. Unsur-unsur sejarah dan syari’ah islam bahkan akidahnya dimasukkan dalam pewayangan, sehingga masyarakat dan penguasa hindu saat itu bisa menerimanya. Karena itu, pengaruh walisongo itu hidup dihati rakyat hingga sekarang.
          Pada abad ke 19, pemikiran Tasawuf mulai bergeser ke pmikiran fiqih, seperti tergambar dalam karya-karya ulama’ pada massa itu. Diantaranya ulama’-ulama’ yang produktif menulis adalah Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.[13]
          Oleh karena itu perbedaan latar belakang budaya, arsitektur bangunan-bangunan islam di Indonesia berbeda dengan yang terdapat di dunia islam lainnya. Hasil-hasil seni bangunan pada zaman pertumbuhandan perkembangan islam di Indonesia antara lain masjid-masjid kuno Demak, Sendang Duwur, Agung Kasepuhan di Ceribon, Masjid Agung Banten dan lain-lain. Masjid-masjid itu menunjukkan keistimewaan dalam denahnya yang berbentuk persegi empat/bujur sangkar dengan bagian kaki yang tinggi serta pejal, atapnya bertumpang dua, tiga, lima/lebih. Dikelilingi parit atau kolam air di bagian depan/sampingnya yang berserambi. Bagian-bagian lain seperti mihrab dengan lengkung pola kalamakara, mimbar yang mengingatkan akan ukiran-ukiran pola teratai, mastaka atau memulo, menunjukkan seni-seni bangunan tradisional yang telah terkenal di Indonesia sebelum kedatangan islam.

           IX.    CORAK ISLAM PADA ABAD KE 20
             Perkembangan Islam pada abad 20 ditandai dengan pembaharuan pemikiran dan pendidikan islam di Minangkabau, yang disusul oleh pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat arab di Indonesia. Kebangkitan Islam semakin berkembang dengan dibentuk nya organisasi-organisasi Islam, seperti Serikat Dagang Islam (SDI) di Bogor dan di solo, Perserikatan Ulama di Majalengka di Jawa Barat, Muhammadiyah di Jogjakarta, Persatuan Islam di Bandung, Nahdlatul ulama di surabaya, Persatuan Tarbiyah Islam di Bandung bukit tinggi, dan masih banyak lagi yang lainnya. 
Sementara itu, hampir pada waktu yang bersamaan pemerintahan penjajah menjalankan politik etis, politik balas budi. Belanda mendirikan sekolah-sekolah formal bagi bumi putra. Terutama dari kalangan priyayi dan kaum bangsawan. Pendidikan tersebut akhirnya membuka mata para pelajar tentang keadaan yang dialami oleh bangsa nya. Pengetahuan mereka tentang kemiskinan, kebodohan, dan ketertindasan masyarakat Indonesia mendorong mereka mendirikan organisasi-organisasi sosial, seperti : Budi Utomo, Taman Siswa, Jong Java, Jong Ambon, dan lain sebagainya.[14]
           Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas salah satu organisasi islam yang ada adalah Persyarikatan Ulama. Organisasi ini merupakan sebuah inisiatif dari haji Abdul Halim yang lahir di Cibelerang, Minangkabau 1887. Sepulangnya beliau belajar di Makkah selama enam bulan, beliau lantas mendirikan sebuah organisasi islam yang diberi nama Hayatul Qulub yang bergerak dalam bidang ekonomi maupun pendidikan. Organisasi hayatul qulub tidaklah berlangsung lama, karena adanya persaingan dengan para pedagang cina yang biasanya menyebabkan perkelahian. Yang mana hal ini dianggap pemerintah sebagai hal yang meresahkan. Sehingga organisasi tersebut diberhentikan.
Pada awal 20 juga ditandai dengan adanya gerakan reformism dalam agama yang memperlihatkan suatu gambaran yang berbeda dari kehidupan kebudayaan, sosial dan politik. Tetapi timbul dan berdiri atas kekuatan tenaga Indonesia sendiri. Akan tetapi pada hakikatnya ada dua perbedaan yang terjadi pada saat reformism, yakni : kebangkitan intelek yang baru berkembangan dari atas ke bawah, sedangkan kebangkitan keagamaan berkembang dari bawah ke atas, pemimpin-pemimpin keagamaan berasal dari golongan menengah, akan tetapi juga dari orang-orang Arab dan India. Perbedaan yang kedua adalah gerakan kebudayaan, sosial, dan politik biasanya dapat hidup berdampingan dengan damai. Tetapi dalam keagamaan malah timbul pertentangan-pertentangan, kadang-kadang sangat meruncing, sehingga dapat membagi orang muslim menjadi beberapa bagian.[15]    

X.    PERKEMBANGAN ISLAM SETELAH KEMERDEKAAN
           A.    Perkembangan Islam pada masa kemerdekaan sampai orde baru.
Pada masa kemerdekaan, tepatnya pada 3 januari 1946 didirikannya depertemen Agama yang mengurusi keperluan ummat Islam. Meskipun pada dasarnya depertemen Agama ini mengurusi keperluan ummat beragama yang ada di Indonesia, namun melihat latar belakang pendiriannya jelas untuk mengakomodasi kepentingan dan aspirasi ummta Islam sebagai mayoritas penduduk negeri ini.
Usaha partai-parti Islam untuk menegakkan Islam sebagai Idiologi negara dalam konstituante mengalami jalan buntu. Partai-partai Islam itu melakukan penyesuaian terhadap kebijakan Soekarno, tetapi secara keseluruhan peranan-peranan partai-partai Islam mengalami kemerosotan. Tidak ada jabatan menteri berposisi penting yang diserahkan kepada Islam sebagaimana yang terjadi pada masa demokrasi parlementer.Satu-satunya kepentingan Islam yang diluluskan adalah keputusan MPRS tahun 1960 yang memberlakukan pengajaran agama di Universitas dan perguruan Tinggi.
         B.     Perkembangan Islam pada masa orde baru.
   Meskipun ummat Islam merupakan 87% penduduk Indonesia dalam kehidupan berbangsa ini, ide negara Islam secara terus-menerus ditolak. Bahkan partai-partai Islam mulai dari masa penjajahan hingga masa kemerdekaan selalu mengalami kekalahan, kecuali diawal pergerakan nasional. Bahkan sekarang dengan pembaharuan politik partai-partai berideologi Islam pun lenyap.
        Kegiatan Islam semakin berkembang pada masa orde baru ini, diantaranya:
1.      Bangunan-bangunan baru Islam (Masjid dan Mushallah)
2.      Pembangunan Madrasah, Pesantren dan juga Universitas Islam.
3.      Adanya kegiatan bulan Ramadhan (Pesantren kilat)
4.      Aktivitas Sosial keagamaan.
5.      Puisitasi Islam, drama, dan pegelaran seni Islam lainnya.
C. Perkembangan Islam Setelah Reformasi.
Tidak diketahui secara persis apa yang dimaksud oleh sementara pihak yang melihat maraknya kehidupan politik Islam dewasa ini sebagai suatu fenomena yang dapat diberi label repolitisasi islam. Meskipun demikian, kalau menilik indikator utama yang digunakan sebagai dasar penialian itu adalah munculnya sejumlah partai politik yang menggunakan simbol dan asas Islam atau yang mempunyai pendukung utama komunitas Islam, maka tidak terlalu salah untuk mengatakan bahwa yang dimaksud adalah fenomena munculnya kembali kekuatan politik Islam. Hal yang demikian itu didalam perjalanannya selalu terbuka kemungkinan untuk "memolitikkan" bagian-bagian yang menjadi dasar idiologi partai-partai tersebut.
Sekarang pada era reformasi, gejala demikian mungkin terulang kembali. Peran kelompok Islam, baik tokoh Islam maupun mahasiswa Islam dalam mendorong gerakan reformasi sangat besar. Namun, pada perkembangan selanjutnya, gerakan reformasi tidak selalu berada dalam pengendalian kelompok Islam.
Berbagai problem tersebut harus mampu diatasi oleh partai-partai Islam pada era reformasi dewasa ini. Adanya penggabungan secara menyeluruh mungkin tidak realistis, kecuali mungkin diantara partai-partai Islam yang berasal dari rumpun yang sama. Alternative lain yang tersedia adalah koalisi, sehingga hanya ada beberapa partai Islam saja yang ikut dalam pemilu.[16]





[1] Ahmad Syafii Maarif, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007) hlm. 62
[2] Ibid, hlm. 64
[3] Ibid, hlm 78-79
[4] Drs. Samsul Munir Amin, MA, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2010) hlm. 98
[5] Ahmad Syafii Maarif, Op cit, hlm  89
[6] http://perkembangan_islam khulafa’rasidun%20Jamil.29/06/12.htm
[7] Ibid, hlm 113
[8] Ibid, hlm 115-117
[9] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008) hlm 138
[10] Dr. Badri Yatim. M.A, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindzo Persada, 2003) hlm.145
[11] Drs. H. Fatah Syukur NC, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2002) hlm. 142
[12] Ibid, hlm.143
[13] Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dalam sejarah dan kebudayaan Melayu, (Bandung : Mizan, 1990) hlm 66
[14]Badri yatim, Op cit, hlm 158
[15] G.F pijper, Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950, (Depok: Universitas Indonesia press) hlm 106
[16] http;// SPI/perkembanganislam-di-indonesia-setelah.html sabtu, 30/06/12, 14.37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar